Sabtu, 07 Mei 2016

Himawari no yakusoku eps 10

-eps10- Kejadian yang tak bisa diulang kembali-

Mau tidak mau, Midorima harus memberitahukan berita buruk ini kepada teman-temannya yang sudah menunggu. Ia tidak ingin teman-temannya menunggu lebih lama lagi hanya karena kepastian yang menyakitkan ini.

Begitu Midorima terlihat datang dari sudut ruangan. Aomine pun langsung menghampirinya dan terlihat lebih penasaran dibanding yang lain.

“Midorima bagaimana?..”

Kali ini Midorima tidak bisa merahasiakannya. “Takao..” Midorima menjelaskannya dari mulai berita terbaiknya hingga terburuknya. Penjelasannya membuat semua orang yang ada disana terdiam seribu kata. Tidak ada yang berani berkata sepantar kata pun.

Perlahan Kise pergi meninggalkan ruang tunggu. Disusul dengan Aomine. Di saat Kagami ingin pergi, ia berhenti di depan Midorima dan menepuk pundak Midorima. Midorima melihat wajah Kagami pada saat itu. Kemudian Kagami pergi dari tempat itu, disusul dengan Momoi yang juga sama sedihnya dengan yang lain.

Sekarang hanya Midorima yang menunggu. Menunggu kepastian akan keadaan Takao diruang tunggu UGD yang sepi. Hingga hampir tengah malam.

--

Beberapa minggu kemudian, semuanya mulai menjadi sedikit tenang. Liburan musim panas dimulai. Rencana liburan musim panas Midorima adalah, mengajak Miyaji, Otsubo, dan Kimura – senpai untuk menjenguk Takao di rumah sakit. Meskipun pada awalnya Midorima sedikit ragu-ragu untuk memberitahukan hal ini kepada lainnya. Tapi akhirnya semuanya terungkapkan. Meskipun pada awalnya mereka berat hati menerimanya, tapi apa daya, yang terjadi sudah terjadi.

Hari ini Midorima terlebih dahulu berangkat menuju rumah sakit. Tidak lupa membawa Lucky itemnya celengan berbentuk ayam. Ia membawa tas yang sedikit besar dari biasanya. Ia telah mempersiapkan bekal yang ia bawa untuk dimakan di sana bersama Takao. Dan Ia juga membawanya untuk siapa pun yang datang nanti termasuk nenek Takao yang menunggunya sepanjang hari.

Midorima pun sampai di depan rumah sakit. Sebelum ia masuk ia berhenti terlebih dahulu di depan. Ia melihat ke jendela lantai tiga yang merupakan kamar Takao. Ia merasa sedikit gugup untuk pergi kedalam. Tapi begitulah Midorima, dengan segala cara ia menyembunyikan perasaan gugupnya. Ia langsung masuk kedalam rumah sakit.

Ia langsung mencari kamar Takao yang berada di lantai tiga. Sampai akhirnya ia berhenti di depan kamar dengan nama keluarga di depan bertuliskan ‘Takao’. Ini kamarnya.

Dengan berat hati tangannya hendak memegang ganggang pintu. tapi kemudian ia berhenti ketika seseorang terlebih dahulu membuka pintu dari dalam. Orang itu adalah nenek Takao.

“Ara.. Midorima-kun? Hari ini pagi sekali?”

“Selamat pagi nek, hari ini awal liburan musim panas. Jadi saya sedikit lebih awal datang. Maaf mengganggu..” kata Midorima seraya membungkukan badannya.

“Eh.. tidak apa kok. Lagi pula kau ingin menjenguk Takao kan? Dia sudah menunggu mu dari kemarin. dia bilang dia ingin sekali bercanda denganmu. Dia selalu mengatakan hal itu dengan wajahnya yang tersenyum..”

Midorima terdiam sejenak mendengar hal itu dari nenek Takao. Ia merasa sedikit bersalah karena kemarin ia terlalu cepat berlalu.

“Apakah.. Takao sudah merasa baikan?”

“Kazunari..” nenek tersenyum kecil dan membuat sedikit kerutan diwajahnya “Dia sudah merasa baikan sejak terakhir kali kau mengunjunginya kemarin. semuanya sudah kembali normal.. meskipun ia sedikit berubah. Kabar baiknya dia sudah boleh menggunakan kursi roda untuk pergi ke luar.”

“Oh.. begitu ya” Midorima tersenyum lega “Kalau begitu terimakasih..”

“Kalau begitu aku permisi dulu ya. Aku akan membeli sarapan di bawah. Tolong jaga Kazunari.”

“Tentu, akan kujaga dia nanodayo.”

Kemudian nenek Takao perlahan pergi menuju tangga dan pergi kelantai bawah. Midorima sekali lagi gugup akan membuka pintu. Tapi mau tidak mau ia harus membuka pintu itu. Ia pun perlahan membuka pintu dan masuk.

“Aku masuk ya?” Midorima pun perlahan melihat Takao yang duduk diatas ranjangnya dan melihat keluar jendela.

Takao mengenali jelas siapa pemilik suara tadi. Ia pun menoleh.

“Shin-chan?” kemudian ia tersenyum “Selamat datang...”

“Iya..” Midorima pun menaruh tasnya di dekat ranjang Takao.

“Hari ini kau pagi sekali. Dibanding hari lain. dan juga.. Tas mu itu lebih besar daripada biasanya. Apa isinya?”

“Ini? Aku membawa bekal untuk dimakan bersama dengan Miyaji-san, Otsubo-san, dan Kimura-san nanodayo”

“Mereka akan datang juga?”

“Mereka sendiri yang memaksa untuk.. datang kesini.. nanodayo..” kata Midorima dengan gugup. Seperti orang yang berbohong.

Takao melihat wajah Midorima yang seperti itu. Ia mengenal betul raut wajah Midorima. “Kau tau aku tak suka pembohong.”

“Hah?”

“Kau bohong kan soal Miyaji san dan lainnya?”

“Aku tidak tau maksud mu nanodayo. Sudah aku mau pergi ke toilet sebentar..” kemudian Midorima melangkahkan kakinya menuju pintu.

“Tunggu Shin-cha... uhuk!” tiba-tiba ada yang menghambat Takao. Ia seperti orang yang menahan sakit. Midorima terkejut dengan Takao yang tiba-tiba. Ia langsung kembali.

“Takao!! Ada apa?!!” Midorima langsung sedikit mengangkat Takao “Takao!!”

Takao yang tadi memejamkan mata langsung membuka matanya dan tersenyum menjulurkan lidahnya. “Aku bercanda.. bwek!!”

“Jangan seperti itu!” kata Midorima kemudian memeluk Takao tiba-tiba. “Jangan membuat ku khawatir seperti itu!!”

“Shin-chan?..” Takao hanya bingung karena melihat ekspresi Midorima yang belum pernah ia lihat sebelumnya. kali ini ia tidak kesal dengan candaan yang ia buat. Melainkan ia lebih khawatir dari pada sebelumnya. jujur ia lebih suka waktu saat ia sehat dari pada yang seperti ini.

--

Hampir tengah hari. Akhirnya Miyaji-san, dan yang lain datang. Dalam artian lain, seluruh anggota klub basket Shuutoku tahun lalu dengan adik mereka masing-masing. Ruangan menjadi lebih ramai dari sebelumnya. membuat Takao menjadi senang. karena banyak orang yang menjenguknya.

Midorima juga sepertinya lebih tenang dari sebelumnya. ia merasa seperti satu tahun lalu. Dimana mereka berlatih untuk memenangkan Winter cup. Tapi entah mengapa ia selalu diganggu oleh perasaan tidak enak. Ia pun memilih untuk keluar sejenak membeli minum. Kelihatannya tidak ada yang melihatnya keluar dan hanya Miyaji-san yang tidak sengaja melihatnya.

Midorima menuju mesin penjual minum. Seperti biasa ia membeli Oshiruko dari mesin penjual minuman. Yah, ia memang tidak memandang musim setiap kali menyantap minuman itu. Seharusnya itu disajikan hangat saat musim dingi, tapi ia tidak begitu peduli. Itu memang minuman kesukaannya.

“Seperti biasa kau selalu minum itu ya?” tiba-tiba saja seseorang membuat Midorima sedikit terkejut.

“Miyaji-san?”

“Yo.”

Miyaji-san pun membeli minuman dan duduk disebelah Midorima. Sudah lama sekali tidak seperti ini.

“Hah...” Miyaji-san menyandarkan badannya di kursi. “Sudah lama sekali ya kita tidak seperti ini lagi.”

“Ya.. lama sekali. Nanodayo” kata Midorima dengan lemas. Entah apa yang dipikirkannya.

Miyaji-san pun meminum jus nanas kalengan yang baru ia beli tadi “Ah.. Jus nanas ini segar sekali. Mengingatkan ku dengan nanas milik Kimura. Kau ingat saat setelah latihan setahun lalu? Saat itu Kimura membawa nanas yang di potong cincin. Dan aku malah menghabiskannya. Dia marah besar pada ku karena seharusnya itu untuk semua orang... hahaha. Aku masih ingat bagaimana ekspresi kesalnya.”

“O.. yang itu ya... aku juga ingat..” jawab Midorima dengan nada yang masih dingin.

“Oiy-oiy? Ekspresi mu itu terlalu dingin tau..”

“Maaf kan aku nanodayo”

“Tidak.. bukan begitu, kau tak seharusnya minta maaf. Kelihatannya kau masih menyalahkan dirimu atas kejadian yang menimpa Takao ya?”

“...” Midorima tetap terdiam.

“Kalau begitu mau kah kau mendengarkan cerita ini? Cerita di saat aku masih berumur 12 tahun dan saat Yuya masih berumur 11 tahun.”

“Memang kenapa nanodayo?” kata Midorima yang tanpa ia sadari ia meluapkan ekspresi penasaran.

“Sudah ku duga kau penasaran.. baiklah akan ku ceritakan. Pada waktu itu... aku merasa bahwa sudah tidak ada harapan lagi. Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.. bahkan aku berharap jika aku tidak akan pernah dilahirkan.. pada saat itu.. Yuya kecelakaan. Dan itu semua karena ku.”

Flashback :

Sekitar tujuh tahun lalu. Miyaji dan adiknya memasuki klub basket di SD. Mereka bermain dengan sangat baik. Sampai akhirnya.

Prit!! Peluit dari wasit terdengar hingga seluruh lapangan basket terdengar.

“Foul!” Miyaji tidak sengaja membuat Foul sebanyak empat kali dan ia terpaksa harus dikeluarkan. Hal ini membuat Yuya merasa sangat kesal dengan kakaknya yang sebelumnya selalu bermain dengan lembut. Tapi, nyatanya sekarang ia bermain dengan kasar.

Diruang ganti.

Brak!! Yuya nampak masih kesal sehingga ia memukul keras locker yang ada di sebelahnya.

“Apa yang kau lakukan!! Mengapa kau bermain seperti itu kak?!! Kau seharusnya lebih lembut lagi!! Jika saja kau bisa menjaga kesabaran mu pasti kita menang kan?!!”

Tapi.

Plak!!.. dengan keras, Miyaji menampar adiknya.

“KAU TIDAK TAU APA YANG AKU RASAKAN JADI DIAMLAH!!!”

Yuya pun terdiam. Ia tidak pernah mendengar kakaknya marah seperti itu sebelumnya. tiba-tiba air mata menetes dari matanya. Ia menangis kemudian berlari keluar. Tidak ada yang berani menghentikannya.

“Yuya! Tunggu..!” Miyaji pun mengejar adiknya yang kelihatannya marah besar dengannya.

Yuya terus berlari hingga akhirnya.

Tiin!! Klakson truk terdengar. Miyaji yang melihat itu tidak bisa berbuat apa pun. Ia hanya bisa pasrah.

“YUYA!!!”

Di rumah sakit Miyaji dan keluarganya menunggu kepastian dari dokter. Bahkan hingga malam. Sampai akhirnya dokter menyatakan jika mereka bisa melihat Yuya dalam keadaan baik-baik saja dan hanya mengalami patah tulang kaki yang tidak cukup serius.

Miyaji terlebih dulu masuk. Ia melihat adiknya yang terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Ia tidak tega melihat adiknya sendiri merasakan sakit yang ia sendiri tak bisa menahannya.

“Kakak?..” Yuya perlahan membuka matanya. Tiba-tiba Yuya bangkit dan memeluk Miyaji. “Kakak.. maaf kan aku..”

Miyaji kaget mendengar perkataan itu dari adiknya sendiri. Ia sudah terluka karenanya tapi ia tetap saja minta maaf kepadanya. Miyaji tidak kuasa menahan tangisnya dan membalas memeluk adiknya. “Maaf... Yuya...”

-end of flashback :

“Hah.. jadi begitulah.. meskipun ia sudah melupakan kejadian itu. tapi aku masih merasa bersalah. Tapi, ya sudahlah yang terjadi sudah terjadi. Tidak penting menyesali masa lalu yang buruk.”

Midorima pun terdiam setelah mendengar sedikit cerita masa kecil dari kakak kelasnya itu. Ia baru menyadari kalau Miyaji-san memiliki masa lalu yang seperti itu, tapi ia tetap saja bersemangat dan tersenyum seperti itu. Memang benar katanya, tidak penting untuk mengungkit-ungkit masa lalu.

“Kakak..” tiba-tiba Yuya datang dan kelihatannya sudah berdiri lama di sebelah.

“Oh.. Yuya?”

“Yang lain memanggil..” katanya dengan ekspresi yang sedikit tidak biasa.

“Kau mendengarnya ya?”

“...” Yuya masih terdiam dan menahan ekspresi wajahnya yang terlihat kesal.

“Ya aku yakin sekali kau mendengar cerita tadi kan?”

“Maaf..” wajah Yuya semakin murung dan ia enggan memperlihatkan wajahnya didepan kakaknya sendiri.

Tiba-tiba tangan Miyaji mendarat dengan lembut di atas kepala Yuya. Ia tersenyum memandang adiknya.

“Aku.. maaf ya. Karena menceritakan hal ini pada lainnya..”

“Onii-chan...” Yuya makin lama makin menunduk. “Maaf...” Beberapa tetes air mata jatuh dari pipi Yuya. “Aku minta maaf.. onii-chan...”

Miyaji membalasnya dengan senyumannya dan sedikit mengusap kepala adiknya“Tidak apa... tidak ada yang perlu kau sesali...” katanya kemudian ia dan adiknya pergi mendahului Midorima.

Setelah mendengar cerita dari masa lalu Miyaji-san, Midorima sadar bahwa yang ia lakukan hanya menyalahkan dirinya saja. Ia tidak menyadari bahwa hal itu jika ia terus-menerus menyalakan dirinya, ia akan melukai perasaan Takao. Tidak ada gunanya menyesali perbuatan mu di masa lalu. Itu lah yang ia dapat dari cerita Miyaji-san.

Epilog :

Saat semua orang sudah pulang, Midorima mendorong kursi roda Takao di sebuah taman di belakang rumah sakit. Taman yang penuh dengan bunga matahari seperti di ladang. Ini membuat perasaan Takao menjadi tenang.

“Hh.. Disini banyak sekali bunga matahari ya.. membuat ku teringat dengan ladang itu..” kata Takao sambil tersenyum dan mengingat kembali ladang bunga matahari yang dulunya sering ia datangi.

Midorima melihat jelas ekspresi dan senyuman Takao pada saat itu“Kau merindukan ladang itu ya?”

“He?.. kenapa kau menanyakan hal itu?..”

“Baiklah lupakan nanodayo..” kata Midorima yang nyaris gelagapan menanggapi Takao.

“Kau tau, jika mengorbankan ladang itu adalah satu-satunya cara untuk menolong orang yang lebih membutuhkan.. aku tidak keberatan kok. Lagi pula masih banyak orang yang tidak bisa ke rumah sakit karena letaknya yang jauh.”

Lagi-lagi Midorima dibuat terdiam dengan perkataan Takao. Ia merasa jika dirinyalah yang selama ini egois. Menyuruh Takao untuk mengayuh. Mengabaikan yang lain. Takao memiliki sifat yang ia sendiri tidak punya.

“Aduh..” Takao memegangi kepalanya. Wajahnya tiba-tiba memucat.

“Takao? Ada apa?” hal ini membuat Midorima khawatir.

“He?.. maaf Shin-chan.. beri aku waktu sebentar.. aku...” tiba-tiba Takao pingsan dan nyaris terjatuh dari kursi roda. Untung reaksi Midorima cepat. Ia bisa menahan Takao sebelum kepalanya membentur tanah.

“Takao?..” entah mengapa tiba-tiba ia mengingat mimpi buruknya. Dimana Takao pergi menuju ladang bunga matahari dan akhirnya menghilang.

“Shin-chan...” Takao dengan sedikit memaksa, ia membuka matanya. “maaf kan aku membuat mu terkejut...”

“Kau.. ” Midorima memeluk Takao. “Kau.. tidak perlu minta maaf Takao...”

-bersambung-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar