Sabtu, 30 April 2016

Himawari no Yakusoku eps 9

-eps 9-Kenyataan yang pahit-

Midorima menunggu di ruang tunggu UGD rumah sakit. Ia tidak tau sebenarnya sedang menunggu apa. Menunggu kepastian bagus, atau menunggu kepastian buruk. Namun ia tidak bisa berpikir soal kepastian bagus. Mengingat luka di kepala yang baru saja ia lihat sesaat setelah Takao tertabrak truk di jalan. Untungnya Truk itu sempat mengerem. Tapi apa daya, kecelakaan tak dapat terhindarkan lagi. Kepala Takao mengalami pendarahan hebat.

Setelah melihat keadaan temannya yang seperti itu, Midorima hanya bisa terdiam dan berdoa. Ia terus menundukkan kepala sampai ada kepastian dari dokter. Ia tidak percaya ini semua akan terjadi.

“Midorima!” seseorang dari ujung memanggil Midorima dan terlihat sangat panik. Dia adalah Kagami. Ia tidak sendirian, melainkan bersama Momoi, Aomine, dan Kise.

“Kalian?...”

“Tadi kami melihat mu masuk ke dalam rumah sakit setelah beberapa dokter membawa seseorang di atas ranjang kedalam. Ada apa?”

“Apa itu Takao?!!” sambung Aomine yang rasa penasarannya tidak mau kalah dengan Kagami.

“Takao-cchi?!! Apa dia baik-baik saja?!!” tambah Kise yang sama penasarannya dengan ke dua temannya tadi.

“.. itu..” Midorima tidak bisa menjawab. Midorima merasa jika sebaiknya dia tidak menjawab jika tidak mau temannya tambah mengkhawatirkan Takao dan dirinya. “Takao.. hanya luka ringan.. dia akan pulih beberapa saat kemudian nanodayo...” dusta Midorima.

“Benarkah begitu-ssu? Syukurlah..” nampaknya kise mempercayai hal itu.

Midorima lega jika akhirnya ada yang percaya dengan ucapannya. Meskipun ia merasa sedikit bersalah.

“Oiy Midorima?” tiba-tiba Kagami mendekat. Midorima melihat ke arah Kagami. Dan Tiba-tiba, Kagami menjotos Midorima hingga terpelanting dari kursinya.

“Taiga-kun, Apa yang kau lakukan?!!”

“Oiy Kagami!!”

“Kagami-cchi ada apa?!!”

Kagami terdiam dengan geraman yang nampak sangat marah. Sedangkan Midorima yang tersungkur di lantai hanya bisa terdiam. Kagami tau apa yang di rahasiakan Midorima dari semua orang.

Kagami kemudian menarik kerah baju Midorima. “Kau pikir aku percaya padamu?..”

“Aku tidak mengerti apa ucapan mu itu nanodayo..”

“APA KAU PIKIR AKU PERCAYA PADAMU?!!! Apa aku kurang jelas?! Kau bilang hanya luka kecil? Aku melihat wajah Takao dengan jelas saat ia di bawa ke dalam. Di saat seperti itu aku memanggil teman-teman untuk melihat keadaannya.. Tapi.. Aku tidak percaya jika kau berbohong seperti itu!! Dengan luka kepala seperti itu tidak bisa disebut dengan luka kecil, pikirkan perasaan orang yang kau bohongi jika mereka tiba-tiba tau apa yang terjadi!”

Sesaat seluruh ruangan terdiam. Semuanya yang berada di ruang tunggu terdiam. Bahkan Midorima. Ia merasa bersalah akan apa yang ia perbuat. Bahkan ia sampai berbohong seperti itu.

“Maaf..” kata Midorima perlahan.

“Hah?”

“Maaf.. telah membohongi kalian semua.. aku hanya tidak ingin kalian mengkhawatirkan Takao seperti saat.. Kuroko..” tiba-tiba air mata menetes dari balik kelopak mata Midorima.

“Midorima? Kau.. ” kemudian Kagami melepaskan cengkramannya.

“Aku tidak ingin jika nasib Takao akan berakhir seperti Kuroko.. ”

Semua pun terdiam. Semua terpaku setelah melihat Midorima yang menangis dan mengingat Kuroko sampai seperti itu. Membuat semua orang yang ada disana juga teringat kembali oleh Kuroko. Bahkan bisa dibilang mereka hampir melupakan Kuroko.

“Bodoh..” Kagami pun mengulurkan tangannya “Padahal siapa yang terakhir kali bilang jika menangis itu tak ada gunanya. Lagi pula Kuroko sudah berjuang melawan penyakitnya dari lahir hingga ia memenangkan Winter cup yang merupakan cita-citanya. Dia tidak selemah itu.. jadi tidak ada gunanya menangisi kepergiannya. Bahkan ia menuliskan surat pada ku agar selalu tersenyum dan segera melupakan kesedihan saat kehilangannya. Tapi kau yang malah membuat ku teringat padanya.. dasar bodoh.”

Midorima pun mengusap air mata yang keluar dari kedua matanya. Ia kemudian tersenyum dan meraih tangan Kagami. “Kau benar dia tidak selemah itu..”

“Jika kau menangis seperti ini lagi.. aku tidak akan memaafkan mu.”

“Baiklah aku minta maaf nanodayo..”

Mereka pun kembali berbaikan. Tapi, ada satu lagi yang masih mereka tunggu. Kepastian dari dokter akan apa yang terjadi pada Takao. Mereka hanya bisa berdoa menanti kepastian baik atau buruk dari dokter.

--

Setelah berjam-jam menunggu. Bahkan hingga tengah malam. Akhirnya dokter yang ditunggu datang juga.

“Apa kah disini ada yang berasal dari keluarga Takao-kun atau sanak saudaranya?”

Tidak ada yang menjawab. Tapi kemudian Midorima berdiri dari tempat duduknya membuat semua yang terdiam beralih memandang Midorima.

“Maaf sebelumnya.. Takao telah kehilangan Ibunya beberapa hari lalu, dan ayahnya meninggal dunia di saat ia masih kecil” kata Midorima berusaha menjelaskan.

“Oh.. saya turut berduka cita atas itu. apakah ada sanak saudaranya lainnya, nenek atau paman.”

Midorima terdiam layaknya kehabisan kata-kata. Ia takut jika nenek Takao terkejut dan shock dengan kejadian ini jika ia tau hal yang menimpa Takao.

“Tidak.. Seluruh sanak saudaranya pergi bekerja di luar negeri. Jadi ia tinggal sendiri sekarang..” dusta Midorima lagi. Membuat semua orang yang tadinya melihat Midorima beralih lagi.

“Kalau begitu.. anda orang terdekat Takao-kun.”

“Saya temannya”

“Kalau begitu ikuti saya.”

Kemudian dokter itu berjalan meninggalkan ruang tunggu di depan UGD. Midorima pun mengikuti dokter itu di belakang. Ia merasa akan ada kepastian buruk yang datang. Tapi, ia tidak boleh membayangkan yang aneh-aneh. Ia harus berpikiran positif tentang kepastian yang datang nanti.

Dokter pun berhenti di depan suatu ruangan berpintu kayu berwarna putih. Dokter mempersilakan Midorima masuk kedalam ruangan itu. Kemudian dokter itu juga masuk dan menutup pintu dengan rapat.

Dokter pun duduk di atas kursi di depan mejanya. Midorima juga duduk tepat di atas kursi di depan dokter.

“Jadi apa yang terjadi dengan Takao?”

“Hh.. sebelumnya saya minta maaf mengatakan ini.. tapi” ekspresi dari dokter itu menjelaskan jika akan ada berita buruk datang. Midorima pun merasa khawatir. “Kabar baiknya, Takao-kun akan siuman tidak lama lagi. Kabar buruknya.. otaknya agak sedikit terguncang saat kecelakaan yang membuat Takao-kun..” dokter itu berdehem sejenak “harus kehilangan kemampuan berjalannya..”

Midorima terkejut bukan main. Apa ia tidak salah dengar. Takao tidak akan berbicara lagi, dan juga berjalan.

“Nasib baik kecelakaan itu tidak membenturkan ke indra penglihatannya.”

“Apa tidak ada cara untuk membuatnya sehat kembali?” kata Midorima yang nampaknya tidak terima dengan kenyataan yang telah di beritahukan dokter kepadanya.

“Kami benar-benar minta maaf. Masih belum pernah ada yang bisa sembuh dari luka yang dalam seperti itu.. kami benar-benar minta maaf..”

“Tidak mungkin ...” Midorima hanya bisa terdiam dan terduduk di atas kursi yang ia duduki saat ini. Padahal Takao baru saja ceria kembali. Jika Takao tau ia tidak lagi bisa berbicara dan berjalan. Maka harapannya untuk menjadi pemain basket nomor satu di jepang pupus sampai disini. Mengingat permintaan Takao membuat Midorima ingin meneteskan air matanya. Namun, sekuat mungkin ia harus menahannya.

--bersambung--

Himawari no Yakusoku eps 8

Eps8 – Recover –

Hari Selasa seusai latihan di sore hari. Midorima kembali berjalan melewati jalan menuju rumah sakit di Tokyo. Untung jaraknya tidak begitu jauh. Dengan begitu ia bisa menyimpan energinya.

Beberapa menit kemudian, Midorima sampai di rumah sakit. Ia langsung mencari kamar Takao yang kemarin ia datangi. Setelah dihadapkan dengan pintu bertuliskan Takao di kotak namanya, Midorima langsung membuka pintu itu. Perlahan ia melihat bagian dalam kamar Takao.

“Permisi..” Midorima melihat ada bunga Matahari di dalam vas yang berisi air. Dan kelihatannya ada orang selain dia dan Takao yang ada di dalam kamar ini.

“Ara.. Midorima-kun ternyata..” seorang perempuan tua menyambut kedatangan Midorima. Dia adalah nenek Takao.

“Selamat sore..”

“Shin-chan? Kau datang cepat?”

“Aku hanya ingin menjenguk mu saja naodayo..”

Takao pun membalasnya dengan tatapan dan senyumannya karena ia tau jika maksud Midorima bukan hanya itu saja.

“Kalau begitu aku akan membeli makanan dulu dibawah ya.. Midorima-kun jaga Kazunari ya” kemudian nenek Takao pergi dari ruangan itu.

Midorima pun menaruh tasnya disamping kasur Takao. Ia segera duduk di kursi yang sudah di letakan di sebelah ranjang Takao.

“Jadi bagaimana?” tanya Midorima kepada Takao.

“Bagaimana apa nya?”

“Tentu saja keadaan mu sekarang nanodayo, kau kira aku bertanya untuk apa?”

“Oh soal itu... sebelum aku menjawab, aku ingin berbicara sesuatu kepada mu..”

“Apa itu nanodayo? Nenek ku baru sampai tadi pagi..” kata Takao dengan ekspresi datar.

“A.. soal itu ...”

“Jadi kau bertanya tentang keadaan ku ya? Kau sudah bukan Tsundere lagi ya? Hahaha...”

“Aku sudah bilang. Aku bukan Tsundere nanodayo!! Sudah lah aku mau pulang..”

“Eh tunggu... Shin...- chan..” tiba-tiba Takao terdengar seperti orang yang menahan sakit. Midorima yang sudah mencapai pintu langsung kembali menghampiri Takao.

“Takao!! Kau kenapa?!!”

Takao yang tadinya menunduk seperti orang kesakitan, langsung kembali mendongakkan kepalanya dan tersenyum “Aku bercanda kok.. hehe..”

“Kau kira ini lucu nanodayo?!!!” Midorima langsung mencengkram bahu Takao. Ia merasa sangat kesal.

“Shin-chan?”

“Kau tidak tau kalau aku...” kemudian Midorima teringat jika terakhir kali ia bertengkar dengan Takao akan menjadi sangat buruk seperti ini.

“Ada apa Shin-chan?”

“Lupakan..” Midorima pun melepaskan cengkramannya.

“Berbicara soal keadaan ku.. aku baik-baik saja kok. Aku merasa lebih baik saat nenek ku menaruh bunga Matahari itu di dalam vas.. entah mengapa aku merasa seperti..”

“Sehat kembali?” sambung Midorima.

“Semacam itu lah.. ini aneh, setiap kali aku mengingat bunga Matahari, aku seperti bertambah sehat saja..”

Midorima pun kembali berpikir dalam kepalanya. Kenapa bisa seperti ini. Ini sama persis seperti yang dikatakan Akashi waktu itu, saat ia berkata jika kau mendapat masalah pergi lah ke ladang bunga matahari. Kenapa ia bisa tau hal itu.

“Shin-chan?”

Karena panggilan Takao, Midorima tersadar dari lamunannya “Huhm..?”

“Kau sering melamun akhir-akhir ini. Apa kah ada masalah?”

“Tidak..” jawab Midorima singkat.

“Ya sudah kalau begitu.. kau tau ada kabar baik lagi”

“Apa itu?”

“Aku sudah boleh kembali besok.”

“He? Benarkah?”

“Iya. Aku juga tidak percaya ini.. mereka bilang jika ini akan memakan waktu berminggu-minggu tapi, mereka bilang aku sudah sehat...”

“Aku turut bahagia mendengarnya..”

Midorima pun tersenyum karena mendengar ini. Namun kejadian ini tetap menjadi pertanyaan baginya. Kenapa ini bisa terjadi?.

--

Satu hari setelah kepulangan Takao dari rumah sakit. Takao sudah kembali masuk sekolah. ini juga diluar dugaan Midorima. Bahkan Takao juga ikut berlatih basket. meskipun kapten belum begitu mengijinkan Takao. Tapi setelah Takao bermain dengan baik seperti saat ia masih sehat-sehat saja, Kapten pun mengijinkan ia berlatih.

Di sela-sela latihan, Takao pun duduk di sebuah bangku dengan mengelapi keringatnya dengan handuk. Di situ pula Midorima duduk di sebelah Takao. Ia melihat heran Takao.

“Ada apa Shin-chan?”

“Aku hanya heran dengan mu, bagaimana bisa orang yang baru saja keluar dari rumah sakit bisa kembali bermain dengan baik seperti biasanya nanodayo? Bahkan bekas jahitan ditangan mu masih ada.”

“Owh soal itu...”

“Takao-senpai!!” tiba-tiba Otsubo Tae memanggil Takao yang duduk.

“Owh.. Tae-chan?”

“Takao-senpai ini!..” ia memberikan botol berisi air kepada Takao. Gelagatnya seperti orang yang agak malu-malu. Pipinya sedikit merah.

“A..terimakasih.. aku haus sekali..” Takao pun meminum air itu.

Midorima sekilas melihat Takao yang memang nampak baik-baik saja. Ia juga melihat wajah Tae tersenyum melihat Takao meminum minumannya.

“Kalau begitu aku akan keluar sebentar nanodayo..”

“He..?”

“Aku tidak mau mengganggu kalian berdua”

Mendengar kata-kata itu, pipi Takao dan Tae dengan secara bersamaan pun memerah.

“A.. apa maksud mu?.. oiy!!” kata Takao dengan sedikit tersipu-sipu.

“Sudah lah sampai nanti...”

--

Sore pun datang. Midorima dan Takao berjalan pulang di jalan yang biasa mereka lalui. Midorima terlihat membawa boneka jari kelinci lucky itemnya di jari tangan kirinya. Dan Takao berjalan dengan menompangkan kepalanya dengan tangan dibelakangnya.

“Huh.. hari ini cukup melelahkan ya...”

“Begitulah nanodayo..”

“O iya, aku lupa..”

“Ada apa?”

“Begini..” Takao menghentikan jalannya “Kalau kau tidak keberatan.. kau mau kan mengantarkan ku menuju makam ibu ku?”

“Tentu saja aku tidak keberatan nanodayo..” kata Midorima sambil membenarkan kacamatanya.

Takao tau betul jika sebenarnya Midorima mengatakan hal itu dengan sedikit malu-malu. Ia pun lantas tersenyum “Baiklah..”

--

Sore hari di pemakaman tidak jauh dari pusat kota Tokyo. Dupa telah dinyalakan di depan altar dari ayah dan ibu Takao. Takao mulai menyatukan kedua tangannya, memejamkan matanya dan berdoa dengan khusyuk. Ia perlahan membuka matanya.

“Hh.. Ibu..” Takao mengelus altar ibunya “Maaf jika aku membuatmu kecewa di saat terakhir mu.. aku minta maaf. Aku juga telah melakukan hal yang seharusnya tidak aku lakukan.. tapi.. ini bukan berarti jika aku akan menyerah dengan kehidupan yang aku jalani..” Takao tersenyum lebar “Aku tidak akan menyerah.. Ayah.. Ibu, aku janji..”

Midorima melihat wajah Takao yang sekilas memang tidak menyembunyikan kesedihannya. Ia seperti tidak terlihat sedih dari sisi mana pun. Tapi, entah perasaan apa yang Midorima rasakan saat ini. Seperti ada sesuatu.

“Yah..” Takao pun kembali berdiri dan meregangkan tubuhnya. “ne.. Shin-chan?”

“Ada apa lagi nanodayo?”

“Kau tidak keberatan lagi kan jika aku mengajak mu ke ladang bunga matahari itu lagi?”

“Tentu saja tidak.. nanodayo..”

“Tentunya aku minta maaf jika aku...”

“Tidak kau tidak merepotkan ku..” Midorima mencoba untuk bersikap terbuka. “Aku tidak keberatan jika kita pergi kesana.”

Takao kembali mencerna apa yang Midorima katakan. Ia pun tersenyum. “Terimakasih lagi..”

Mereka pun bergegas meninggalkan makam dan pergi menuju balik bukit. Di sana yang seharusnya ada ladang bunga matahari di balik hutan.

--

Matahari pun makin lama makin tenggelam. Hari makin gelap. Mereka sampai di depan hutan. Tapi ada sesuatu yang aneh. Terlihat seperti ada mobil dan truk besar berjejer di sana.

“Ada apa ini?” Takao langsung berlari masuk kedalam hutan.

“Takao tunggu!..”

Midorima langsung menyusul Takao. Takao berlari sangat kencang layaknya orang yang panik. Memang dia sedang panik, Midorima mengerti betul bagaimana perasaan Takao jika ladang bunga Matahari itu benar-benar di ratakan. Pasti ia sangat terpukul.

Takao pun berhenti dan terdiam melihat ladang bunga Matahari saat ini. Atau lebih tepatnya bekas ladang bunga matahari. Sebuah buldoser besar meratakan ladang itu ada beberapa orang yang membawa besi, semen, batu bata, dan segala sesuatu yang digunakan untuk membangun sebuah gedung.

“Takao?” Midorima melihat jelas wajah Takao yang terdiam seribu kata. Ia tidak dapat membayangkan apa yang Takao rasakan saat ini.

Untuk mencari informasi lebih lanjut, Midorima memilih untuk bertanya kepada salah satu orang yang kebetulan lewat di depannya.

“Permisi.. kalau boleh tau ini ada apa ya?”

“Oh.. ini? Mereka bilang mereka akan membangun rumah sakit di sini. Yah, daerah di Tokyo memang belakangan ini banyak orang yang tidak kebagian rumah sakit. Jadi mereka membangunnya di sini. Mereka bilang di sini pemandangannya indah jadi mereka percaya jika orang yang sakit akan cepat sembuh jika melihat pemandangan di sini. Meskipun sayang jika ladang bunga Matahari seluas itu di ratakan...”

Midorima terdiam sejenak “Terimakasih atas informasinya..”

Kemudian orang itu berlalu. Midorima menghampiri Takao yang masih terpaku melihat kejadian ini. Ia berusaha berkata seadanya kepada Takao. Walaupun susah, namun ia harus memberitahukannya kepada Takao sebelum ia menjadi depresi.

“Mereka bilang, mereka akan membangun sebuah rumah sakit disini nanodayo...jadi..”

Takao tiba-tiba memejamkan mata menunduk dan tersenyum. Ia bernafas nampak sedikit agak lega. Kemudian ia membuka matanya dan mendongakkan kepalanya.

“Ayo.. kita harus segera pulang..” kata Takao sambil berjalan menuju arah sebaliknya dari ladang bunga Matahari.

Ini sebenarnya jauh dari perkiraan Midorima melihat Takao yang bersikap seperti ini. Ia kira Takao akan depresi ketika tau ladang bunga Matahari yang selalu ia datangi akan rata dengan tanah seperti ini.

Kali ini Midorima lah yang terdiam sepanjang perjalanan hingga sampai di depan rumah Takao.

“Yah. Akhir nya sampai juga.” Takao pun berjalan menuju rumah.

“Takao.” Midorima tiba-tiba memanggil Takao.

“Ada apa Shin-chan?”

“Apa kau benar tidak apa? nanodayo”

“Hah? Soal apa?” kemudian Takao teringat jika yang dimaksud adalah soal ladang bunga Matahari itu. “Maksud mu soal ladang Bunga Matahari itu kan?”

“...”

“Hahaha.. tidak apa. Tidak usah khawatir. Lagi pula.. mereka akan membuatnya menjadi rumah sakit kan? Itu pasti bisa menolong orang-orang yang lain nanti..”

Midorima hanya bisa terdiam mendengar itu dari Takao. Ia sebelumnya tidak tau jika Takao memiliki sifat seperti ini.

“Baiklah sampai besok.. Shin-chan..” kemudian Takao menutup pintu rumahnya.

Sedangkan Midorima hanya bisa terdiam dengan pikirannya saat ini.

--

Dimalam hari, Takao terdiam diri di depan meja belajarnya. Ia sudah selesai mengerjakan tugas yang di berikan gurunya hari ini. Sekarang ia bingung harus apa. Ia hanya terduduk di hadapan bunga matahari yang di berikan neneknya saat di rumah sakit. Bunga itu terlihat hampir layu.

“Sekarang aku harus apa ya...?” tanya Takao iseng kepada dirinya sendiri. Ia merasa kosong malam ini.

Drrr!!!.. Handphone Takao yang berada diatas meja bergetar. Ia cepat-cepat mengangkat Handphone-nya. ia melihat nomornya, bertuliskan Shin-chan. Lengkap dengan fotonya dengan Midorima saat Shutoku mendapat piala Wintercup.

“Halo Shin-chan?”

“Takao. Maaf mengganggu mu malam-malam begini..”

“Tidak mengganggu kok, malahan aku merasa sepi di sini”

“Kalau kau tidak keberatan, bisa kah kau pergi ke lapangan basket di taman dekat Seirin?”

“Hah Lapangan basket? ada apa?”

“Sudah lah datang saja.. sampai nanti”

Sambungan pun terputus. Sedangkan Takao heran akan apa yang di rencanakan Midorima di Lapangan Basket. apakah mengajaknya bermain basket disana. Namun ini sudah terlalu larut untuknya bermain. Yah, hal ini Takao biarkan menjadi misteri sampai ia benar-benar melihat sendiri apa yang terjadi di sana.

--

Takao pun sampai di depan taman. Ia melihat agak sedikit terang di lapangan basket di dalam sana. Ia langsung berlari mencari tau apa yang terjadi di sana. Apa ini kejutan yang diberikan Midorima kepadanya.

Takao pun mulai melihat ada beberapa orang yang berkumpul di sana. Orang-orang yang nampaknya ia kenali. Saat ia sampai kemudian ia melihat jelas siapa saja yang berada disana. Seluruh generasi keajaiban dan juga Kagami yang menggendong Nigou. Kelihatannya ia sudah berani menggendong Nigou tidak seperti yang Takao lihat saat mereka berlatih dengan Seirin. Midorima juga terlihat berdiam diri di kursi ujung meja.

“Nah itu dia datang..” kata Momoi yang melihat kedatangan Takao di balik pagar lapangan.

“Hay!” kata Takao sambil melambaikan tangannya.

“Oh Takao-cchi? Akhirnya datang juga” kata Kise kemudian merangkulnya dan mengantarnya menuju tempat duduknya di dekat meja yang di atasnya terdapat banyak sekali makanan dan minuman.

“Maaf.. sebenarnya aku sedikit terganggu dengan panggilan cchi.. dan juga, apa yang sebenarnya terjadi di sini??” kemudian Takao duduk.

“Begini Takao-kun.” Momoi berusaha menjelaskan “sebenarnya Midorin lah yang merencanakan semua ini”

“Oy!!” Midorima yang berada di ujung langsung salah tingkah ketika mendengar segalanya dari Momoi.

“Dia bilang jika ia ingin membuat mu bahagia..”

“Aku tidak bilang seperti itu oy!!”

Takao pun terdiam. Kemudian memandang tiba-tiba Midorima“Jadi ini semua rencana mu Shin-chan?”

“Yah.. se..sebenarnya” Midorima membenarkan kacamatanya. “I..iya..”

“Midorima bahkan menyuruh ku datang secepatnya.” Tambah Akashi yang membuat Midorima semakin memerah.

“Aku juga, Mido-chin bahkan menyuruhku datang dari tadi sore.” Tambah Murasakibara lagi.

“A.. aku tidak tau apa yang harus aku katakan..” kata Takao. Kemudian ia berdiri. Ia membungkukan badannya ke depan. “Terimakasih Shin-chan. Aku tidak tau jika kau tidak mengadakan ini. Pasti aku sekarang sudah bosan di rumah.” Kemudian Takao kembali berdiri. Ia tersenyum kepada Midorima. Membuat wajah Midorima memerah padam layaknya tomat segar.

“Midorin.. wajah mu memerah!”

“Midorima-cchi. Wajah mu –ssu!!”

“Midochin kau seperti tomat..”

Semua orang pun memandang Midorima yang berwajah merah. Ini mungkin saja kesempatan sekali dalam seumur hidup bisa melihat Midorima yang wajahnya merah padam seperti itu.

Acara makan pun di mulai. Semuanya memakan hindangan yang ada di depan mereka. Terkecuali Murasakibara, ia tidak hanya memakan hindangan di depannya, melainkan di sebelahnya. Kagami terlihat menyuapi Nigou dengan daging.

“Taiga-kun. Aku juga ingin di suap juga..” kata Momoi.

“Kau mau..” kemudian Kagami mengambil sepotong daging dan nasu di atas sendok dan langsung menyuapkan ke dalam mulut Momoi.

“Mm.. enak..” kata Momoi kegirangan.

Hal ini membuat Aomine yang berada di samping Momoi geram.

“Sudah cukup!! Oy Kagami!! Jangan sembarangan menyuapi orang!! Dan juga Satsuki.. kau kan lebih sering bersama ku jadi kenapa kau malah akrab dengan BaKagami ini??!!”geram Aomine mengeluarkan seluruh amarahnya.

“Hee Apa yang kau katakan AHOmine?!!”

“Taiga-kun benar.. Kau masih ingat soal apa yang aku katakan saat di stasiun dulu kan? Aku lebih suka memeluk seseorang yang lebih berotot dari pada kau..” kemudian Momoi memeluk Kagami seperti guling.

“O..oy?..” Kagami hanya bisa pasrah.

“cih.. memang seberapa berotot dia?”

“Saat aku berkunjung ke Apartemennya. Aku tidak sengaja melihatnya telanjang dada...dan.. ha..” wajah Momoi seketika memerah dan ia jadi lemas.

“Itu salah mu!! Langsung membuka pintu sebelum aku membukanya! Di saat aku melakukan peregangan otot juga..” wajah Kagami juga kemudian memerah.

Melihat keduanya yang wajahnya memerah, membuat Aomine cemburu dan iri.

“Kenapa Dai-chan? Kau cemburu? Sana cium Ki-chan saja”

Kata-kata itu membuat Aomine merasa seperti ditusuk oleh tombak di hatinya. Ia hanya bisa meratapi nasibnya saat ini.

“Aomine-cchi jangan sedih begitu. Kalau tidak keberatan aku juga mau menciu..mmbf..” dengan tiba-tiba Aomine mencelupkan muka Kise kedalam kue Pie yang ada di depannya.

“Aomine-cchi aku.. sekarat..”

“Oiy!! Kalian hentikan itu Nanodayo!!”

Yah, untuk sesaat acara makan malam ini menjadi berantakan. Banyak krim di atas meja akibat muka Kise yang masuk kedalam semangkuk Pie. Namun hal ini membuat Takao tertawa. Jika saja setiap hari ia merasakan seperti ini, hidupnya pasti akan di penuhi dengan tawa dan kebahagiaan.

--

Acara makan pun selesai. Setelah membereskan meja dan piring sisa makanan, Midorima dan Takao pun berjalan pulang. Seperti biasa Takao berjalan di samping Midorima dengan bersandar di tangan belakang kepalanya.

“Hh.. aku tidak menyangka jika kau merencanakan ini semua”

“Sudah lah.. aku sebal dengan apa yang mereka lakukan kepada acara ku ini nanodayo.”

“Hee.. padahal itu yang membuat ku senang..”

“Ha?”

“Melihat mereka bercanda seperti itu.. membuat ku ingin menjadi teman mereka selamanya.. kalau saja bisa bertemu mereka setiap hari..”

Midorima hanya terdiam melihat mata Takao yang melihat bintang-bintang di malam hari. Malam ini cerah sehingga bintang-bintang terlihat berbinar-binar di langit.

Kemudian mereka berhenti di zebra cross yag masih menunjukan lampu merah bagi pejalan kaki. Banyak orang yang mengantri menyebrang.

“Hah? Kenapa ada kucing di sana” Midorima melihat ada seekor kucing di tengah jalan.

“Kau masih takut kucing ya?”

“Sudah diam nanodayo”

“Kucing itu bisa tertabrak nanti..” Takao pun memilih untuk berjalan ketengah jalan dan membuat kucing itu berlari kesebrang jalan.

“TAKAO!!”

Tanpa Takao sadari. Ada truk besar yang mengarah tepat ke arahnya. Sebelumnya truk itu sudah mengerem tapi, semua terlambat. Kecelakaan pun terjadi...

-bersambung-